Kadang, jarak memang dibutuhkan untuk sebuah keakuan.
Mendewasakan diri dalam kesendirian. Perpisahan sementara yang akan memberikan
banyak kisah ketika pertemuan kembali terjadi, entah itu tawa atau lara, karena
hidup ini lebih sering tentang menang atau kalah, bertahan atau menyerah. Dan
kini, jarak di antara kita membentang panjang, entah apa akan ada kesempatan
untuk pertemuan ulang.
Di sini, aku merindui hadirmu yang dulu. Hangat, dan menyenangkan. Tingkah lucu
yang selalu membuat bibir ini tersenyum. Tatapan yang membuat hati ini
deg-degan. Pegangan tangan yang membuat aku merasa sangat berharga. Munculnya
namamu di layar ponselku membuat mataku berbinar bahagia. Sungguh. Dan berada
di dekatmu membuatku merasa aman. Ya. Sesederhana itulah kamu berhasil
membuatku jatuh hati. Tapi kini kamu sudah tidak ada. Ada, tapi tidak ada.
Kamu tahu rasanya merindu sendirian? Menyesakkan. Menyakitkan. Seperti kata Pidi
Baiq, "Berat. Kamu nggak akan kuat." Sejujurnya, aku pun tidak kuat.
Badai rindu sukses memporak-porandakan kedamaian jiwa. Berantakan. Tapi
anehnya, aku terus saja menunggu. Menunggu, menunggu, dan menunggu. Memenuhi
hati dengan harapan untuk bisa melihat dirimu yang dulu, sekali lagi. Sebagai
kado ulang tahunku (?)
Haha.. Harapanku terlalu muluk. Ya, aku tahu. Maafkan. Tapi jika memang
keajaiban itu ada dan semesta mengizinkan, semoga kita bisa berbalas tatap di
Kota Senja.